Konyol yang Tak Lucu Bagimu

Photo by Antor Paul on Unsplash
   Kau—dengan posisi menidurkan kepala di atas lipatan tangan seperti biasanya—menghadap ke sebelah kiri dan melihat temanmu bersenda gurau tak ada hentinya. Mereka tertawa, lepas, tak luput akan kata‐kata mutiaranya. Padahal, besok adalah hari-hari yang besar. Hari-hari yang menentukan masa depan. Dan kau, hanya termenung memikirkan apa yang sebenarnya ada di pikiran mereka.

     Tak berhenti, mereka tak segan-segan memplokamirkan diri sebagai pelajar yang tak rajin. Dan kau, hanya bisa mengerutkan kening mu. Semakin heran. Mereka berkata bahwa kemarin, ah tepatnya semalam, tak sempat untuk belajar. Paling tidak, hanya membaca sekilas. Selembar, dua lembar, namun tetap tidak paham. Pernyataan itu pun disambut anggukan temanmu yang lain. Ya, temanmu yang memperbaharui status media sosialnya dengan boomerang jalan-jalan dan menghabiskan malam ditemani segelas plastik kopi kekinian.

     Hingga pada akhirnya, inilah yang kau tunggu-tunggu, mereka mulai melontarkan sejumlah gurauan tentang ujian di masa mendatang. "Ah, akhirnya," batinmu. Tapi kau tak ingat, gurauan tetaplah gurauan. Insecurity seolah-olah berpihak pada mereka seketika. Materi ujian rasanya seperti deretan anak tangga yang harus kalian lewati. Kau kalang kabut, mempersiapkan segala kemungkinan. Sementara mereka mengeluhnya bukan main, merasa ini semua berjalan terlalu cepat. Iya, sih, ada benarnya. Tapi, usut punya usut, mereka justru tetap merencanakan liburan bersama keesokan harinya.

     Kau pun mengalihkan wajahmu ke dalam lipatan tangan. Tak sanggup lagi mendengar ini semua. Merasa paling tersakiti, karena hal yang bertolak belakang terjadi padamu. Segala kekhawatiran menggerogoti dirimu. Ujian, nilai, masa depan, semua menghantui tiada henti. Kau, terlalu kalut di dalamnya. Tak terasa, masa-masa SMA yang indah telah kalian lalui selama 2,5 tahun. Kau dan teman kelasmu, termasuk mereka yang merasa tak rajin itu, telah mengukir berbagai memori di sela-sela waktu. Aku ingat betul bagaimana tawa lepasmu dahulu. Ringan, tak terdengar beban sedikitpun. Sama seperti tawa temanmu di awal cerita.

     Kini, kalian berorientasi pada hal yang berbeda, namun tetap satu tujuan. Inilah perihal kedewasaan. Kau tak bisa memilih bagaimana hasilnya, namun kau harus melaluinya dengan langkah yang tepat. Aku tahu kau mulai lelah dan hatimu ingin bergabung bersama temanmu, melupakan segala rintangan, ikut mengalir bersamanya, tanpa merencanakan apapun. Tapi percayalah, akan ada saatnya, dimana semua kejadian ini mempunyai makna tersendiri yang tak pernah kau duga. Kau hanya iri, bukanlah terkutuk. Bangkitlah, selagi belum terlambat.

Komentar

Postingan Populer